Cerber: Psikopat dan Perpustakaan (4)
PSYCHOPATH AND LIBRARY (4)
By: Yunita Ramadhana
“Oh...begitu ceritanya.”
“Kamu kenapa Joe, koq pucat amat?”
“Heh? Gak, mungkin karena kedinginan,”jawabku. Tidak kuceritakan pada Anti kalau aku diikuti oleh Sammy. “Kamu percaya gak kalau Sammy pelakunya?”
Anti diam, tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Tiba-tiba...
“Joe, dah nyampe nih. Gak turun?”tanyanya.
“Udah nyampe ya? Makasih banyak ya An. Oh ya besok kita pulang bareng ya, gak ngerepotin kan?”
“Tentu gak lah. Ok besok ku tunggu ya, dag...”
“Dag...”
Senin, 17 September 2003...
Pagi yang cerah, angin berhembus perlahan menyentuh kulitku. Suasana kampus kelihatannya sudah ramai. Hari ini aku tiba lebih cepat. Pagi yang indah dan menyenangkan, ucapku dalam hati. Aku senang sekali karena sudah satu minggu ini tidak ada yang mengikutiku. Mungkin benar pelakunya bukan Sammy.
“Joe!”terdengar suara lantang memanggilku dari kejauhan.
“Hi Son,” kulihat Soni setengah berlari ke arahku.
Sudah hampir satu minggu ini hubunganku dengan Soni bertambah dekat. Dia sering menemaniku di perpus, jadi aku tidak perlu khawatir lagi kalau aku harus pulang malam dari perpus. Soni sudah seperti sahabat bagiku, sama halnya dengan Hani dan Anti, seniorku.
“Tumben cepat Joe, biasanya gak pernah sepagi ini.”
“Ya, tadi aku bangun lebih awal dan jalanan juga belum ramai, jadi aku cepat nyampenya.”
“Eehm... Ntar ke perpus lagi Joe?”
“Iya nih, cari bahan buat paper. Bareng yuk! Paper kamu juga belum selesai kan?”
“Iya sih, tapi sepertinya hari ini aku gak bisa deh, kalau kamu mau, aku bisa jemput kamu ntar jam 7 malam, karena aku harus antarin mama ke Mall dekat sini, mau?”
“Maunya sih mau, tapi apa gak ngerepotin?”
“Ya gak lah, kamu kan dah banyak bantuin aku, so?”
“Ok deh, ntar aku tunggu jam 7.”
Tanpa terasa kami sudah sampai ke pintu kelas dan seperti biasa terdengar celotehan teman-temanku ketika melihat aku dan Soni berjalan beriringan ke dalam kelas.
“Suit...suit... tambah dekat aja nih Joe?”celoteh salah satu temanku. Aku hanya tersenyum simpul.
“Hi Han,” ku sapa Hani yang sedang membaca buku.
“Hi Joe, makin dekat aja nih kalian berdua.”
“Ah Hani, kamu koq ikut-ikutan yang lain, biasa aja koq.”
“Ya luar biasa juga gak apa-apa,”jawab Hani sambil tersenyum.
“Ya Han, gak ada yang special, Joe hanya bantuin aku mengejar pelajaran, that’s it,” Soni mendukung ucapanku.
“Ya deh, percaya-percaya...”sambung Hani.
Terdengar suara langkah dari luar, kulihat jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Pasti bu Dewi, pikirku. Dan ternyata...
“Pagi semua...”sapa bu Dewi sambil memasuki ruangan.
“Pagi bu...”
Percakapan antara aku, Hani dan Soni pun usai, karena pelajaran akan segera dimulai.
Akhirnya tepat jam 2.30 sore semua pelajaran usai. Aku punya banyak waktu di perpus. Akupun beranjak menuju perpus untuk menyelesaikan paperku. Ditengah perjalanan aku bertemu dengan Anti.
“Joe! Mau ke perpus?”
“Hey An, iya nih. Mau ke perpus juga?”
“Iya nih. Aku dengar-dengar di kelasmu ada anak baru, namanya Soni dan sekarang lagi dekat sama kamu, tul gak?”
“Begitulah. Dia minta bantuanku tuk mengejar ketertinggalannya. Kalau kamu mau kenal, ntar aku kenalin, jam 7 dia mau jemput aku.”
“Boleh deh, sekalian aku mau lihat orangnya yang mana.”
“An, kamu belum jawab pertanyaanku satu minggu yang lalu.”
“Yang mana?”
“Soal pelaku pembunuhan itu, kamu percaya gak kalau Sammy pelakunya?”
“Ooh yang itu.” Anti terdiam beberapa saat.
“Eeh Joe, dah nyampe nih.” Lagi-lagi percakapanku dan Anti pun tertunda.
Di dalam perpus terlihat banyak orang sedang sibuk membaca buku. Kelihatannya semua meja sudah penuh, tapi oops, ada meja kosong di sudut sana, tempat dimana Sammy duduk satu minggu yang lalu. Aku hapal betul tempatnya. Tapi ya sudahlah daripada gak ada. Aku dan Anti pun melangkah kesana. Suasana perpus lengang, karena jika ada yang bersuara sedikit saja akan langsung dikeluarkan dari perpus. Lantaran terlalu asyik membaca dan mencari buku, tanpa kusadari jam sudah menunjukkan pukul 6.50 malam. Ya ampun, hampir lupa aku, ntar lagi Soni kan mau jemput.
“Anti, dah selesai belum? Pulang yuk, ntar lagi Soni mau jemput nih, katanya mau dikenalin?”ujarku setengah berbisik ke Anti.
“Udah koq. Let’s go home.”jawab Anti sambil membereskan buku-bukunya.
Kami pun melangkah keluar perpus. Diluar hari sudah gelap.
“An, kamu percaya gak soal rumours tentang Sammy?”tanyaku menyambung percakapan kami yang tertunda.
“Heh? Soal Sammy?”
“Percaya gak?”
“Mmm...waktu pertama kali mendengar cerita itu aku gak percaya, habis anaknya baik sih. Tapi setelah kupikir-pikir dan kutelaah lebih lanjut, aku mulai mempercayainya,”jawab Anti. Kemudian ia diam sejenak.
“Jadi kamu percaya?”
Tiba-tiba dari kejauhan, terlihat seorang pria berjalan mendekati kami. Awalnya kukira Soni, tapi ternyata...Sammy!!! Dadaku langsung berdebar kencang. Dia melewati kami, sambil menatap tajam ke arahku sambil menatap anting Anti yang hanya sebelah.
“An, Sammy tuh! Kamu lihat gak?”
“Ya, aku lihat.”
“Trus, kamu percaya gak?”
“Setengah percaya setengah gak, tapi setelah malam itu....”
“Joe,”suara seseorang berteriak ke arah kami.
“Hi Son,”jawabku setelah melihat wajahnya. “Son, kenalin ini senior kita, Anti, yang pernah aku ceritain ke kamu.”
“Anti,”sambil menatap Soni dengan seksama.
“Soni. Ini Anti yang buat kamu penasaran soal pembunuhan tak terungkap di kampus ini kan?”
“Ya, malah sepertinya dia tahu siapa pelakunya.”
(Bersambung...)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home