Thursday, March 08, 2007

Refleksi: Indonesia berduka lagi

Indonesia berduka: Jatuhnya Pesawat Garuda Indonesia
Oleh: Yunita Ramadhana

Membaca dan mendengar berita jatuhnya pesawat Garuda di bandara Adi Sucipto, Yogyakarta, pada tanggal 7 maret kemarin, mengingatkan saya akan puluhan kecelakaan pesawat yang terjadi di Indonesia. Ada apa dengan armada terbang Indonesia?

Sebelum terjadinya peristiwa na'as itu, salah seorang teman saya, sebut saja the judge, pernah mengutarakan, demi kenyamanan hati sebaiknya gunakan pesawat garuda apabila kita ingin terbang di dalam negeri (Indonesia). Kenapa? saya bertanya. Karena Garuda sedikit sekali mengalami kecelakaan di banding pesawat2 lainnya, lagipula Garuda itu milik pemerintah, kemungkinan kucuran biaya pemeliharaan yang lumayan jumlahnya pasti lebih besar dibanding armada2 yang lain. Saya pikir2 iya juga sih. Berita kecelakaan pesawat yang terdahulu bukanlah berasal dari penerbangan Garuda.

Namun, apa yang terjadi kini. Belum ada dua hari the judge mengungkapkan hal itu, eehh...pesawat Garuda malah jatuh di Yogyakarta dan hampir seluruh tubuh pesawat kecuali bagian ekor terbakar. Belum ada jumlah pasti tentang jumlah korban yang meninggal. Sebenarnya berita ini tidak terlalu mengagetkan, mengingat sudah begitu banyak berita kecelakaan pesawat yang kita terima. Yang cukup ironis adalah Garuda yang cukup di percaya oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia pengguna jasa pelayanan udara, juga mengalami kecelakaan yang kemungkinan karena ada masalah tekhnis ataupun cuaca. Dengan kejadian ini, pesawat lokal mana lagi yang dapat di percaya?

Selain itu, kejadian ini juga menambah rentetan kecelakaan dan bencana yang menimpa negeri kita tercinta, Indonesia. Bencana datang bertubi2 seolah tak kenal ampun. Gempa bumi, gunung meletus, longsor, kecelakaan pesawat, kecelakaan feri, serta banjir jilid 2 yang melanda ibukota yang datang secara silih berganti, yang boleh dikatakan tanpa rentang waktu yang cukup panjang dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Ada apa ini? Siapa yang patut di salahkan? Alam atau manusianya?

Alam tidaklah patut untuk di salahkan, karena dia menjalankan semuanya sesuai dengan kodratnya. Bagaimana dengan manusianya? Lebih relevan untuk di salahkan, karena manusia mempunyai sifat tak pernah puas sehingga cenderung untuk melakukan sesuatu yang terkadang mengabaikan akibat apa yang bakal ditimbulkannya. Bisa juga sang pencipta murka karena melihat makhluk ciptaanya sudah terlalu jauh dari ajarannya, dan seakan2 bangga dengan dosa2 yang telah di perbuatnya, seperti yang dituturkan Ebiet G. Ade dalam syairnya "Mungkin Tuhan mulai bosan, melihat tingkah kita, yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa; Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang."

Mungkin dengan alasan itulah, salah satu partai besar di tanah air, Golkar, mengusulkan agar pemerintah melakukan tobat nasional yang dilakukan oleh seluruh pemeluk agama yang ada di Indonesia. Usulan ini mungkin ada benarnya, namun tidak terlalu. Mengapa? Sangat simple alasannya. Buat apa kita melakukan tobat nasional kalau hanya sebagai topeng belaka dan bukan berasal dari hati yang terdalam, atau yang lebih dikenal dengan sebutan "tobat makan cabai"? Tobat ketika terasa pedas, makan lagi ketika pedasnya hilang. Tidaklah terlalu perlu mengadakan tobat nasional, yang terpenting adalah kita introspeksi diri sendiri dan menyadari akan kesalahan yang telah di perbuat, dan merubahnya. Bukan dengan mengadakan "tobat nasional" yang ujung2nya mengarah kepada kemunafikan, yang pastinya akan lebih membuat murka alam dan Sang Penciptanya. Mungkin apa yang dikatakan aktivis muda era tahun 60-70an Sue Hok Gie, ada benarnya. "Lebih baik di asingkan daripada bersandar pada kemunafikan." Inilah yang selalu dilakukan kebanyakan masyarakat Indonesia, bangga akan kemunafikan. Padahal, Allah Swt sangat membenci apa itu yang disebut dengan kemunafikan.



Scholarship Blog International Scholarships

 

2 Comments:

At 12:06 PM, Blogger terapipayudara said...

Sejak almarhum Munir dieksekusi oleh sebuah konspirasi garuda dan beberapa pihak terkait, saya sudah memboikot tidak akan menaiki garuda seumur hidup saya. Tapi celakanya, pesawat-pesawat di Indonesia tidak di-maintenance dengan baik.

 
At 11:24 PM, Anonymous Anonymous said...

he he he repot jg ya pak kalo qt harus boikot garuda ? Saya sendiri masih respect kok ama garuda. Saya setuju jika pembunuh munir emang harus dilibas, tp qt jg hrus obyektif, dgn tidak memboikot garuda misalnya. Karna qt jg tidak tahu kan pak apa yg sudah dilakukan munir ? saya jg tdk mengenal munir scr personal, tp jg tdk ada kedekatan apapun dgn garuda...
http://yuniawan.blog.unair.ac.id/archives/127

 

Post a Comment

<< Home


:: F R I E N D S ::
|| Purwarno Hadinata || Rozio || A. Fatih Syuhud || Rizqon Khamami || A Qisai || Lukman Nul Hakim|| Zamhasari Jamil|| Rini Ekayati|| Najlah Naqiyah || Zulfitri || Fadlan Achdan|| Tylla Subijantoro|| Mukhlis Zamzami|| Edward Ott|| Thinley|| Ahmed|| Dudi Aligarh|| Irwansyah Yahya|| Ikhsan Aligarh|| Zulfikar Karimuddin || Zamhasari || Pan Mohamad Faiz || Bayu || Asnadi Hasan || Umi Kalsum || Erdenesuvd Biraa || Andi Bagus || Madha Yudis || Belum mandi || Koeaing || Hamzar || Rosa || Ghifarie || Kawas || Wazeen || Swara Muslim || Forum Swara Muslim ||

Yunita Ramadhana Blog   Scholarship Blog

Yunita Ramadhana Blog   The World of English Literature


    Subscribe in NewsGator Online   Subscribe in Rojo   Add Goresan Pena Yunita to Newsburst from CNET News.com   Add to Google     Subscribe in Bloglines   Add Goresan Pena Yunita to ODEO   Subscribe in podnova     Subscribe in a reader   Add to My AOL   Subscribe in FeedLounge   Add to netvibes   Subscribe 

in Bloglines   Add to The Free Dictionary   Add to Bitty Browser   Add to Plusmo   Subscribe in 

NewsAlloy   Add to Excite 

MIX   Add to Pageflakes   Add to netomat Hub   Subscribe to Goresan Pena Yunita   Powered by FeedBurner   I 

heart FeedBurner


eXTReMe Tracker